Minggu, 10 November 2013

SEJARAH KELAS XI IPA - KESULTANAN ACEH (1511)



        
  Pada mulanya Aceh dikuasai oleh kerajaan Pedir. Setelah Malaka jatuh ketangan Portugis pada tahun 1511, keadaan menjadi berubah. Bnyak pedagang islam yang semula singgah di Malaka pindah ke Aceh. Bahkan pedagang India tidak lagi singgah di Malaka karena Portugis memungut bea cukai yang tinggi da menjalankan monopoli. Dampaknya, pelayaran dan perdagangan di Aceh semakin ramai. Aceh semakin kaya dan kuat dan akhirnya melepaskan diri dari kerajaan Pedir.
 Pendiri sekaligus raja pertama kesultanan Aceh ialah Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim (1514-1528). Dibawah kekuasaannya Aceh berkembang dengan pesat dan wilayahnya semakin luas. Beberapa daerah disumatra bagian utara seperti Daya dan Pasai berhasil ditaklukan. Bahkan sejak tahun 1515 Aceh sudah berani menyerang Portugis di Malaka dan menyerang Kerajaan Aru’
 SULTAN ALI MUGHAYAT digantikan putranya, SULTAN SALAHUDDIN (1528-1537). Sultan baru ini tidak mampu memerintah Aceh dengan baik sehingga Aceh mengalami kemerosotan. Oleh karna itu, ia digantikan saudaranya SULTAN ALAUDDIN RIAYAT SYAH (1537-1568). Ia melakukan perubahan dan perbaikan diberbagai bidang serta melakukan perluasan kekuasaan. SetelahSULTAN ALAUDDIN meninggal, Aceh mengalami masa suram. Pembrontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Keadaaan itu berlangsung cukup lama sampai SULTAN ISKANDAR MUDA  naik tahta (1607-1636 M).
 Dibawah pemerintahannya Aceh mencapai puncak kejayaannya. Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar. Setelah ISKANDAR MUDA digantikan oleh menantunya , SULTAN ISKANDAR THANI (1636-1641). Ia melanjutkan tradisi kekuasaan SULTAN ISKANDAR , tetapi tidak lama memerintah karena wafat pada tahun 1641 M. Penggantinya adalah permaisurinya (putri ISKANDAR MUDA) yang bergelar PUTRI SRI ALAM PERMAISURI (1641-1675). Sejak saat itu kerajaaan Aceh terus mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh karena dikuasai Belanda pada permulaan abad ke-20’

KERAJAAN KEDIRI



Pada akhir pemerintahannya, Airlangga kesulitan menunjuk penggantinya. Hal ini disebabkan putri mahkota Sanggramawijaya menolak menjadi raja dan lebih memilih menjadi petapa. Tahta kemudian diserahkan kepada kedua anak laki-lakinya, yaitu Jayengrana dan Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan diantara keduanya, kerajaan dibagi dua dengan batas Gunung Kawi  atas bantuan Empu Barada, yaitu Jenggala dengan ibukota nya Kahuripan dan Panjalu dengan ibu kotanya Daha (Kediri).
 Raja pertama yang muncul dalam pentas sejarah setelah masa Airlangga ialah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang berangka tahun 1104 M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kediri ialah Bameswara (1115-1130), Jayabaya (1130-1160), Sarweswara (1160-1170),  Aryyeswara (1170-1180), Gandra (1181), Srengga  (1190-1200), dan Kertajaya (1200-1222). Pada tahun 1222 terjadi Perang Ganter  antara Ken Arok dengan Kertajaya. Ken Arok dengan bantuan para brahmana berhasil mengalahkan Kertajaya di Ganter (Pujon Malang). Dengan demikian berakhirlah riwayat Kerajaan Kediri.



Sabtu, 09 November 2013

PERISTIWA TANJUNG MORAWA



 
 Kedudukan kabinet Wilopo menjadi semakain goyah setelah terjadinya persoalan tanah di Sumatra Timur yang dikenal sebagai PERISTIWA TANJUNG MORAWA. Peristiwa itu terjadi karena pemerintah sewsuai dengan persetujuan KMB  mengizinkan pengusaha asing un tuk kembali mengusahakan tanah-tanah perkebunan. Pada masa kabinet Sukiman, Mentri Dalam Negri Mr, Iskaq Tjokroadisurjo menyetujui dikembalikannya tanah DELI PLANTERS VEREENIGING (DPV) yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan kepada pemiliknya. Akan tetapi, selama ditinggalkan pemiliknya tanah tersebut digarap oleh para petani.
 Penyerahan kembali tanah tersebut dilaksanakan pada masa Kabinet Wilopo. Pada tanggal 16 Maret 1953, polisi dengan kekerasan mengusir para penggarap tanah tanpa izin tersebut. Para petani yang sudah terhasut oleh PKI menolak untuk pergi. Akibatnya , terjadilah bentrokan senjata dan 5 orang petani dibunuh. Peristiwa itu mendapatkan sorotan tajam dari pers maupun parlemen. Kemudian, Sidik Kertapati dari Serikat Tani Indonesia (SAKTI) mengajukan mosi tidak percaya terhadap Kabinet Wilopo. Akibatnya, pada tanggal 2 Juni 1953 Wilopo mengembalikan mandatnya kepada presiden.
 

MASA TRANSISI (1966-1967)



Selama kurun 1966-1967 terdapat dualisme kepemimpinan nasional , yaitu satu pihak Presiden Soekarno yang masih aktif dan pihak lain Jendral  Soeharto yang semakin populer  karena berhasil menumpas G-30-S/PKI. Jendral Soeharto juga berhasil melaksanakan stabilitas ekonomi dan politik berdasarkan Surat Perintah 11 Maret  1966.
 Pada tanggal 6-9 Mei 1966 diadakan simposium kebangkitan semangat ‘66b di Universitas Indonesia untuk memberikan saran-saran bagi perbaikan politik dalam negri pada awal Orde Baru. Simposium itu mengambil tema “ INDONESIA NEGARA HUKUM “. Hal itu disebabkan pada masa Orde Lama telah terjadi  banyak penyimpangan-penyimpangan terhadap asas-asas yang berlaku sebagai negara hukum. Untuk itu disarankan kepada pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar  1945 secara murni dan meninjau penpres-penpres yang telah dikeluarkan. Diusulkan pula agar ada jaminan terhadap pengakuan hak-hak asasi manusia.
 Untuk menciptakan iklim politik yang lebih stabil, Surat Perintah 11 Maret dikukuhkan melalui ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 yang memberikan wewenang kepada Soeharto selaku Mentri/Panglima AD untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna menjamin ketenangan dan keamanan serta kestabilan jalannya revolusi. Selanjutnya, MPRS mengukuhkan pembubaran PKI dan ormas-ormasnya melalui ketetapan No. XXV/MPRS/1966. Melalui ketetapan MPRS itu, PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Pada waktu bersamaan dikeluarkan ketetapan  MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera. Tugas kabinet itu diserahkan kepada pengemban Supersemar, Soeharto. Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno sesuai dengan UUD 1945.